Gili Trawangan, menjadi ladang uang untuk seluruh usaha, tak terkecuali layanan kesehatan. Kendati dibutuhkan oleh pemerintah daerah untuk memback-up layanan Pemda yang belum berstandar Klinik/Puskesmas, namun dominan SOP Medis diabaikan oleh para pemilik tempat praktik.
Pantauan LSM Surak Agung, Jumat (22/10), tempat praktik dokter di Gili Trawangan berjejer di jalan utama (dekat pelabuhan), hingga di gang-gang masuk permukiman warga. Bahkan di salah satu sudut gang, terdapat praktik dokter yang hanya dibatasi oleh tembok. Kondisi ini pun dikhawatirkan akan menciptakan persaingan usaha kesehatan yang tidak sehat. Mengingat dalam regulasi pemerintah daerah, mengatur jarak tempat praktik mandiri paling dekat 1 km dari tempat praktik keperawatan, tenaga kesehatan yang lain dan fasilitas kesehatan yang lain.
Sesuai jumlah penduduk lokal ditambah penduduk internasional, Dinas Kesehatan KLU telah menetapkan jumlah faskes yang dianggap ideal untuk melayani kebutuhan pemeriksaan kesehatan di 3 Gili berdasarkan hasil telaah staf. Sesuai Surat Edaran Dikes No. 640.9/01/DikesKLU/VI/2023 tertanggal 6 Juni 2023, disebutkan bahwa kebutuhan faskes di Gili Trawangan sebanyak 27 unit, dan baru tersedia 13 unit. Di Gili Meno dibutuhkan 2 unit, tersedia 3 unit (melebihi), dan Gili Air dibutuhkan 10 unit, baru tersedia 7 unit.
Dinas Kesehatan tampak tidak konsisten dalam menerapkan regulasi yang dibuatnya. Dimana, terdapat banyak dugaan pelanggaran SOP Praktik yang dilakukan oleh Faskes.
Sebagaimana status Faskes di 3 Gili, hanya 2 Faskes yang berstatus Klinik, adanya di Gili Air,p Gili Trawangan, seluruhnya adalah tempat praktik dokter mandiri, praktik dokter Bersama, Praktik Keperawatan (Healt Care) dan Puskesmas Pembantu milik Pemda.
Sesuai SOP-nya, setiap Tempat Praktik Mandiri Dokter (TPMD) tidak diperbolehkan memiliki atau bahkan melayani pasien menggunakan sarana Laboratorium dan Farmasi. Fasilitas ini hanya boleh tersedia di Fasilitas sekelas Klinik. Namun di Gili Trawangan, beberapa praktik mandiri dokter dan Dokter Bersama, terlihat melayani pasien dengan Laboratorium dan Farmasi.
Informasi yang dihimpun Surak Agung bahkan lebih mengagetkan. Selain pelanggaran Lab dan Farmasi, diduga terdapat TPMD yang memajang obat-obatan layaknya Apotek pada tempat praktiknya. Kemudian terdapat tempat praktik yang diduga pula menggunakan jasa tenaga perawat tanpa mengantongi STR (Surat Tanda Registrasi) - sebagai bukti tertulis Pemda kepada tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat kompetensi, serta dugaan salah satu Tempat Praktik Dokter Bersama yang melayani pemeriksaan USG ibu Hamil - warga Gili Trawangan.
"Setelah kita turun, temuan lapangan hari ini nyaris sesuai dengan info awal yang kami terima. Ternyata di Trawangan hampir semua Tempat Praktik Mandiri Dokter masih memajang Neon Box, Plang atau sejenisnya bertuliskan nama tempat praktik, bukan nama dokter selaku subyek yang membuka usaha," ungkap Ketua LSM Surak Agung, Wira Maya Arnadi.
"Kemudian kita juga melihat banyak plang TPMD ini membuka pelayanan Laboratorium dan Farmasi yang seharusnya hanya boleh dimiliki oleh Klinik," sambungnya.
Lebih lanjut, Maya, menegaskan akan mendalami beberapa dugaan lain yang mengindikasikan praktik dokter tidak sesuai SOP. Termasuk keberadaan Dokter Praktik yang tidak standby di tempat praktiknya. Menyusul informasi itu, beberapa tempat praktik menggunakan jasa tenaga medis non kesehatan STR, yang artinya ilegal memberi tindakan medis kepada pasien.
Selain itu, Maya juga mempertanyakan konsistensi Dinas dalam memberikan izin SIUPP Kesehatan. Pasalnya, izin tersebut harus diawali oleh bukti MoU Limbak (keras dan cair) pada TPMD.
"Kita ingin tahu seperti apa pengawasan Dinas terhadap MoU Limbah yang dipihakketigakan oleh tempat praktik. Karena ini berkenaan dengan proses pengelolaan limbah baik keras atau cair," tegasnya.
Menurut Maya, limbah kasar medis harus disimpan dalam safety box (minimal berbahan stereofoam). Sedangkan limbah cair ditampung dalam wadah tertutup dan tidak bocor, karena hasil cek kesehatan (darah, air raksa) tidak boleh dikubur.
Bule Membayar Sampai Rp 24 Juta
Salah satu isu tak sedap di kalangan Tempat Praktik di 3 Gili adalah biaya penanganan medis yang sangat mahal dan menimpa wisatawan asing. Kasus terbaru menimpa salah satu WNA asal Argentina, inisial, JAC. Penelusuran Surak Agung memperlihatkan bahwa WNA tersebut membayar Rp 24 juta kepada salah satu klinik. Biaya ini belum ditambah dengan biaya evakuasi menggunakan Helikopter dari Trawangan ke RS Siloam. Namun dampak dari pengenaan biaya tinggi ini, tidak hanya meninggalkan kesan buruk bagi Lombok Utara dan NTB, tetapi juga WNA tersebut tidak akan kesulitan mengklaim asuransi kesehatan karena biayanya lebih tinggi dari batas yang dijaminkan.
"Yang terungkap ke publik baru 2 kasus kwitansi kesehatan mahal yang menimpa WNA. Tetapi ada beberapa kwitansi yang tidak terungkap, dan itu, kwitansinya saya kantongi. Kasusnya terjadi di tahun 2018, dimana WNA membayar Rp 9 juta lebih dan Rp 15 juta lebih," terangnya.
"Tapi yang paling parah, kalau sampai benar penanganan medis WNA dilakukan oleh staf medis yang tidak memiliki lisensi, maka tidak hanya tempat praktiknya, Dinas juga harus bertanggung jawab," pngkasnya.
Terpisah, Kepala Puskesmas Nipah, Handini Puspita Harum, S.Keb., yang dikonfirmasi Jumat sore tak membantah tempat praktik mandiri dokter di Gili Trawangan masih perlu dibina secara intens. Pihaknya tetap melakukan monev kepada Klinik, Tempat Praktik Mandiri Dokter/Dokter Bersama, dan Healt Care (Praktik Perawat/Bidan) di 3 Gili.
Dikatakan I'in - sapaan akrab Kapus Nipah, pada rapat tanggal 13 September 2023 lalu, Puskesmas Nipah selaku pembina Faskes 3 Gili, telah menggelar rapat monev. Disana disepakati antara lain, setiap faskes wajib mengirim laporan setiap tanggal 5 tiap bulan. Pelaporan berisi pelayanan kesehatan, Faskes wajib memampang/memperbaiki plang nama Faskes menjadi nama dokter, memampang jam Operasional yang menunjuk informasi pelayanan, serta Praktik Perawat tidak boleh menggunakan Medical Service )setara dokter) melainkan Health Care.
"Memang ada beberapa yang sudah mengganti, dan ada yang belum. Yang belum ini tentu akan kita imbau lagi," ucap I'in.
Lebih lanjut, Kapus Nipah saat dikonfirmasi menegaskan bahwa setiap Faskes di bawah Klinik tidak boleh menggunakan prasarana Laboratorium dan Farmasi. Demikian pula, memajang obat pada rak secara terbuka atau terlihat dari luar. Sebab dalam level izin dan kewenangannya, pemakaian prasarana Lab, Farmasi, idealnya dibarengi oleh perubahan status izin tempat praktik menjadi Klinik yang dibarengi dengan tambahan SDM dan kewajiban - kewajiban lainnya.
"Yang ini tidak boleh," imbuhnya saat diperlihatkan pajangan obat pada salah satu TPMD.
"Tentu, dokter harus standby di tempat, jika tidak ada, maka wajib tutup dan diinformasikan," tambahnya.
Kapus Nipah menyatakan, pihaknya akan kembali turun ke 3 Gili untuk melihat kondisi faktual pada tempat praktik kesehatan. Jika terdapat pelanggaran dalam praktiknya, tidak menutup kemungkinan Faskes tersebut akan ditutup sementara atau bahkan tutup permanen. Namun demikian, yang menutup tempat usaha adalah instansi pemberi izin, yaitu Dinas Penanaman Modal, PM PTSP dan Naker KLU.
0 Komentar